![]() |
Foto: Bagus Karyo Widhiasto, Mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian Bogor/SemarTara. |
Penulis: Bagus Karyo Widhiasto, Mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
SemarTara.com - Pada bulan oktober, kita akan selalu diingatkan akan sebuah peristiwa yang memiliki pengaruh yang besar dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, yaitu pelaksanaan Kongres Pemuda II pada tanggal 28 Oktober 1928. Dalam Kongres Pemuda II itulah dicetuskan apa yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda, dimana para pemuda yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, tepatnya Hindia Belanda pada waktu itu, mengikrarkan diri sebagai satu bangsa, satu tanah air, dan satu bangsa.
Melalui Sumpah Pemuda tersebut, kita diingatkan akan peran generasi muda dalam perjalanan sebuah bangsa. Dari titik inilah kemudian menyeruak berbagai persoalan yang dihadapi Indonesia terkhusus pada generasi mudanya. Apakah generasi muda saat ini memiliki peran penting yang sama sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para pendahulunya? Apakah relevan mempersoalkan peran penting generasi muda saat ini dalam perjalanan sejarah bangsa, ketika pemberitaan mengenai tawuran (perkelahian), penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang, minuman keras, perjudian, berbagai perbuatan pidana, mulai dari pencurian, pemerkosaan, sampai pembunuhan, yang dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa yang nota benenya adalah generasi muda banyak muncul di pemberitaan berbagai media? Apa yang diharapkan oleh bangsa Indonesia kepada generasi mudanya saat ini?
Berbagai pertanyaan mungkin akan menyusul juga dengan keterkaitan pemuda dalam pembangunan pertanian di Indonesia, mental pemuda dalam menghadapi persoalan bangsa, dan lain-lainnya. Jawaban terhadap setiap pertanyaan tersebut mungkin juga pernah dijadikan beberapa topik seminar, lokakarya, maupun diskusi yang diselenggarakan oleh berbagai pihak. Generasi muda memiliki peran penting dalam perjalanan sejarah setiap bangsa di dunia. Di negara-negara yang dianggap sudah memiliki sistem demokrasi yang matang dan perekonomian yang mapan pun, generasi muda memiliki peranan yang penting dalam pembangunan pertanian.
Seiring berjalannya pembangunan pertanian di dunia pada tahun 1992 tercetuslah konsep kedaulatan pangan pertama kali untuk menjawab kegagalan ketahanan pangan pada Kongres The National Union of Farmers and Livestock Owners (UNAG). Kegiatan ini dikoordinasikan oleh petani yang tersebar mulai dari Afrika, Amerika Utara, Tengah, dan Selatan, Asia, Karibia, dan Eropa. Para pencetus dan penggerak ini berada dalam organisasi Via Campesina yang mencakup Family Farmers Association (UK), Confederation Paysanne (France), Bharatiya Kisan Union (India), Landless Workers' Movement (Brazil), National Family Farm Coalition (USA) dan para petani tak bertanah Landless Peoples Movement (South Africa). kedaulatan pangan menjadi program strategi dan aksi pemerintah yang pro terhadap rakyat untuk meningkatkan derajat kehidupan keluarga, mengakhiri kelaparan, dan berbagai permasalahan pertanian di Indonesia. Kedaulatan pangan sebagai hak setiap orang, kelompok masyarakat dan negara untuk mengakses dan mengontrol berbagai sumberdaya produktif serta dalam menentukan kebijakan produksi, distribusi dan konsumsi pangannya sesuai dengan kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya khas masing-masing.
Konsep tersebut secara tidak sadar sangat sulit dilakukan oleh pemuda di era teknologi informasi yang semakin canggih untuk terjun berkarier menjadi petani. Jumlahnya cenderung menurun dan kebanyakan dari golongan tua. Menurut data hasil kajian Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) bahwa 63% anak petani padi dan 54% anak petani hortikultura tidak ingin menjadi petani. Selaras dengan hasil kajian, pada sisi orang tua 50% orang tua petani padi dan 70% orang tua petani hortikultura tidak menginginkan anaknya jadi petani.
Pemuda enggan bekerja sebagai petani. Akses dan daya dukung lahan usahatani yang tidak mencukupi untuk hidup layak merupakan akibat kepemilikan tanah yang semakin sempit. Rata-rata pemilikan lahan usahatani di Pulau Jawa hanya 0,2 ha/ KK. Lahan usaha tani yang sempit tidak banyak menyerap tenaga kerja dan waktu sehingga pengangguran tersamar tidak terhindarkan pada keluarga tani. Sempitnya lahan usahatani yang tidak lagi mampu menyangga kebutuhan keluarga merupakan bagian dari hambatan generasi muda untuk menjadi petani. Stigma sosial yang terbangun di Indonesia terhadap petani dinilai tertinggal oleh profesi lain seperti karyawan perusahaan, pedagang, aparat pemerintah maupun profesi lain menyebabkan para pemuda dan generasi muda memilih berkarir diluar petani.
Faktor resiko usahatani yang lebih besar akibat perubahan musim berupa kekeringan, kebanjiran, faktor gangguan hama penyakit dan gulma, adanya fluktuasi harga pasar yang sulit diterka, pertanian juga tidak bersifat quick yielding. Semua menjadi faktor pendorong bagi generasi muda untuk menjatuhkan pilihan diluar petani. Disisi lain modernisasi pembangunan sarana prasarana kota yang lebih maju seperti pusat pusat perbelanjaan yang tumbuh pesat, dan simpul simpul ekonomi lainnya. tumbuhnya kota kota megapolitan, metropolitan dan kota kota besar lainnya menjadi faktor penarik yang lebih menjanjikan. Ada gula ada semut generasi muda tidak hanya meninggalkan pertanian tetapi juga meninggalkan kampung halamannya untuk melakukan urbanisasi.
Kondisi tersebut cukup sulit dalam mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia seperti membalikan telapak tangan manusia. Kedaulatan pangan di Indonesia membutuhkan kerja-kerja ideologis yang dapat menciptakan perubahan fundamental pada ekosistem demokrasi berupa kebijakan di tingkat global, nasional dan lokal yang pro terhadap hak-hak rakyat. Kebijakan tersebut seharusnya mampu melindungi petani dan pangan dalam negeri dari tekanan liberalisasi perdagangan.
Pengantisipasian liberalisasi perdagangan di sektor pertanian Indonesia harus dibarengi dengan penciptaan ekosistem demokrasi rakyat atau seringkali kita sebut sebagai pengorganisiran rakyat. Dengan partisipasi dan pelibatan rakyat diharapkan terbukanya akses peluang bagi individu, komunitas, desa dan kabupaten serta nasional untuk merancang dan mengembangkan sistem pangannya sendiri sesuai dengan karakter ekonomi, sosial dan budaya di tingkat tapak. Dengan terciptanya ekosistem demokrasi yang dewasa pada tingkatan tapak juga diharapkan terlahir sebuah gagasan kritis terhadap proses pembangunan pedesaan yang komperhensif berbasis pada pertanian berkelanjutan sesuai dengan indigenious knowledge. Dengan demikian, kedaulatan pangan merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan melalui pengorganisiran rakyat. Pengorganisiran rakyat untuk mewujudkan kedaulatan pangan hanya mungkin terjadi ketika organisasi dari berbagai elemen rakyat. Esensi dasar dari kedaulatan pangan adalah upaya menjunjung hak setiap orang, masyarakat dan negara untuk memproduksi, mendistribusi dan memenuhi kebutuhan pangan, di atas semua urusan perdagangan.
Upaya-upaya ideologis yang memiliki nilai dalam bentuk pengorganisiran rakyat harus dicanangkan dalam benak pemuda di Indonesia. Berbagai pendekatan harus dilakukan kepada generasi muda untuk peduli terhadap pangan, karena pangan menjadi bahan kebutuhan yang sangat vital yang sebagian besar dihasilkan oleh petani. Diperlukan pembangunan yang berpihak kepada petani agar pendapatan dan kesejahteraan mereka tidak jauh tertinggal oleh profesi yang lain. Pelatihan dan pemagangan pertanian bagi generasi muda adalah bagian dari cara mendekatkan generasi muda kedunia pertanian. Desa-desa di Indonesia harus mulai berani mengalokasikan anggaran dana desanya untuk mencerdaskan, mempertajam keterampilan, meningkatkan capacity building terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam pelatihan, sekolah-sekolah lapang. Program pelatihan bagi calon calon petani muda yang dianggarkan dari dana APBN maupun APBD dalam rangka menyiapkan SDM petani, mulai dari subsistem sarana produksi, subsistem budidaya, pasca panen, pengolahan hasil panen dan subsistem pemasaran. Penyiapan petani masa depan tidak hanya menjadi petani tangguh mandiri tetapi juga sekaligus mengurangi pengangguran, penciptaan pembangunan ekonomi pedesaan berbasis pertanian dan swasembada pangan yang lestari.
Selamat Menyambut Hari Sumpah Pemuda!***